Adakah diantara kita yang masih
peduli dengan tradisi yang kita milki, baik tradisi keagamaan ataupun tradisi
perkawinan? Tentu setiap yang namanya manusia mempunyai teradisi daerahnya masing-masing, sehingga
dengan tradisi itulah yang akan menjadikan identitas seorang manusianya dan
masyarakatnya.
Seorang manusia besar dengan tradisi adat, dengan adat
jugalah watak masyarakat akan terbentuk. Dalam tulisan ini nanti penulis ingin
menyampaikan bagaimana sebuah tradisi perkawinan yang terjadi pada masyarakat
suku lembak. Suku lembak ini sendiri adalah sebuah suku asli yang berada di
Bengkulu. Keberadaan suku lembak ini sendiri sebagian besar terletak di Bengkulu
tengah untuk daerah yang masih berpenduduk asli mendiami daerah seperti plajau,
paku haji, liinggar galing, ranah lebar, dusun besar, tanjung agung, semarang
dan surabaya dan berpencaran di daerah di bengkulu tengah. Masyarakat suku
lembak ini sebagian besar masih mempertahankan tradisi pernikahan yang asli
akan tetapi juga ada yang meninggalkan tradisi yang aslinya, menurut mereka
dengan melakukan pernikhan secara adat suku lembak terlalu banyak memakan waktu
dan biaya. Mengapa mereka mengatakan perkawinan secara adat suku lembak itu
terlalu banyak memakan waktu?, jawabannya adalah bahwa kalau secara adat lembak
lama acara perkawinan berlansung selama tiga hari, itu saja hanya baru dari
pihak perempuan sedangkan lamanya dari pihak laki-laki juga selama tiga hari. Selama
acara perkawinan pada suku lembak selama tiga hari tersebut berisikan semua
kegiatan yang tanpa henti dan biasanya acaranya saja slesai sampai subuh pagi.
Semakin berkembangnya kemajuan
pengetahuan dan teknologi mampu mengikis kesalian tradisi yang ada di pesta
perkawinan suku lembak. Untuk sekarang ini di sebagian masyarakat suku lembak
sudah meninggalkan tradisi ini secara sebagian, namun ada juga yang mampu
bertahan dalam kuatnya arus budaya-budaya dari luar. Kita bisa mengatakan
sesungguhnya tradisi iti harus di lestarikan dan di jaga, tapi yang
persoalannya adalah adkah campur tangan pemerintah yang perihatin terhadap
kondisi tradisi yang menjadi aset daerah sehingga terus tergerus oleh kemajuan
zaman yang tak mudah dibendung.
Sebagian masyarakat nusantara yang
tidak mengetahui bagaimana prosesi perkawinan pada suku lembak, di sini nanti
akan di kupas oleh penulis secara jelas dan menarik bagi siapaun pembacanya.
Harapan dari penulis bahwa siapa yang membaca tulisan ini akan terinspirasi,
sehingga mempunyai minat untuk melihat dan merasakannya.
Suku lembak ini sebenarnya
memiliki keunikan tersendiri
dibandingkan dengan adat pernikahan yang ada di bengkulu baik pernikahan dari
suku rejang, serawai dan suku-suku yang ada di Bengkulu. Tradisi perkawinan
suku lembak sangat bernilai budaya yang besar dan mampu menjadi ciri khas
kepribadian masyrakat setempat, bagaimana kehidupan bermasyarakat dan pembauran
masyarakat dalam keberagaman.
Tradisi pernikahan yang akan di
jelaskan dalam tulisan ini adalah tradisi perkawinan suku lembak ulu, secara tradisi sebenarnya ada dua
bentuk tradisi perkawinan yang pertama adat ulu
dan adat melayu, namun pada dasarnya
sama. Mengapa harus adat perkawinan ulu, karena adat ulu ini adalah tradisi
adat asli dari suku lembak sedangkan adat melayu sudah terjadi sedikit
perubahan di dalam penyajian adat perkawinan pada masyrakatnya. Di sini kita
akan mengetahui dan memahami bagaimna adat ulu suku lembak dari mulai proses
meminang seorang wanita sampai kepada ke pernikahan dan acara prosesi yang
lainnya. Dengan demikian kita dapat mengerti bagaimna adat perkawinan pada
masyrakat suku lembak.
Dalam tulisan ini akan menuntun anda
dalam memahami satu persatu prosesi perkawinan adat ulu suku lembak:
Yang pertama adalah tahap pertunagan,
nah bisanya dahulu itu jarang yang berpacaran melansungkan hubungan mereka ke
pelaminan, namun yang terjadi adalah meskipun si perempuan memiliki seorang
kekasih pujaanya ada seorang laki-laki yang menyukainya lansung mendtangi rumah
orang tua perempuan untuk menyampaikan maksud dan tujuannya, namun tidak
semudah itu melainkan harus melalui proses yang sangat panjang dan rumit.
Ketika seorang pria yang ingin melakukan pertunagan hal-hal yang harus di
penuhi dari permintaan dari pihak perempuan adalah, diantaranya:
Lemang (ada rubo), ini adalah sejenis kue sperti gelamai,
bajik, dan sagun, serta cucur payung (sejenis cucur ringgit). Kemudian lemang
lemak manis, yang rumitnya disini adalah menata dan menyusun kue yang di
sebutkan di atas pada sebuah nampan. untuk bentuk lemanag manis ini adalah ada
sebuah nampan yang di tengahnya di letakan anak pisang yang gunanya untuk
menayandarkan lemang tadi. Setelah anak pisang di letakan di tengah kemudian
disandarkan tiga potong lemang, di pinggir nampan tadi di letakan isi dari
lemang yang di potong-potong kemudian disusun melingkar di pinggir nampan,
persisnya berbentuk kalung. Setelah kue sagun tadi di bungkus dengan daun
miling (kemiri) di lipat dan di gantungkan di daun pisang. Yang selanjutnya
adalah kue bajik di ibat (bungkus) dengan upiah (pelepah pinag yang di mabil
kulit lembutnya) sebanyak tiga ibat. Nah untuk cucur payung ini yang di letakan
dlam nampan tersebut boleh di ganti dengan kue cucur ringgit. Susunan kue tadi dimulai dari bawah ke atas,
gelamai, lemang, di atasnya bajik, dan cucur payung serta kue sagun yang di
ibat tadi di letakan secara keliling di batang anak pisang tadi
sampaipenuh ke atas.
Kemudian dari pihak perempuan juga
sama halnya dengan dengan pihak laki-laki menyediakan rerubo (kue), kalau pada
perempuan bentuknya sebush piring yang diisi dengan lemang yang di potong,
gelamai, dan bajik serta cucur payung dan sagun kemudian di tutup dengan sapu
tangan. Ini adalah hal-hal yang harus dipersiapkan oleh pihak laki-laki dan
perempuan.
Selanjutnya adalah ketika seorang
laki-laki akan berangkat ke rumah perempuan dengan orang tua dan sanak
kerabatnya, yang tidak lupa adalah membawa
kue tadi. Setelah mereka sudah mendekai rumah perempuan yang berjarak
sekitar beberap ratus meter akan menembakan senapang, itu pertanda bahwa pihak
laki-laki sudah datang, sehingga pihak perempuan pun bersiap-siap untuk
menyambut kedatangan pihak laki-laki. Setelah sampai dirumah perempeuan
kemudian di persilahkan masuk, barang bawaan pihak laki-laki tadi yaitu ada
rubo kemuadian di sandingkan dan di sembahkan. Selesai itu akan dilanjutkan
dengan acara inti, yaitu dimana kedatangan pihak laki-laki akan menyampaikan
maksud dan tujuannya kepada pihak perempuan, dalam hal ini disebut sebagai
(madu pulo). Madu pulo artinya berasan dengan menyampaikan maksud dan tujuan
kedatnagan. Dalam prosesi bersan ini kan menetapkan besaran mas kawin,
permintaan dari pihak perempuan misal dengan memberi hewan ternak seperti
kerbau, sapi, kambing ayam dan beras. Selain itu juga akan menetapakan hari dan
tanggal jadi melansungkan perkawinan.
Nah, dlam pertunangan ini ada beberapa ketentuan yang ditetapkan
berdasarkan kesepakatan, misal dari pihak perempuan mengurungkan pernikahan,
maka uangnya akan di kembalikan sebanyak dua kali lipat. Dan apabilah dari
pihak laki-laki mengurungkan pernikahan, maka uang yang diterima oleh pihak
perempuan itu sepenuhnya milik perempuan, atau dianggap hilang.
Stelah sekian lama waktu pertunagan
habis, dan sudah waktunya untuk melansungkan ke pada perkawinan. Untuk waktu
perkawinan pada suku lembak menurut mereka harus hari sabtu, karena itu sudah
menjadi tradisi secara turun temurun.
Kemudian sampailah kepada prosesi
pernikahan yang ditetpakan pada hari sabtu, pada hari sabtu ini sendiri begitu
banyak prosesi yang harus di lakukan, diantaranya adalah:
Dalam suku lembak ini pakaian yang
dipakai adalah pakaian adat bengkulu, dimna adat bengkulu itu pengantin
laki-laki memakai tuguk luncuk (kain yang di lipat yang bentuknya memanjang)
begitu juga dengan inang laki-lakinya, sedangkan pihak perempauan dan apitnya
tidak menggunakan halmserupa.
Yang pertama, pada pagi hari sekitar
pukul delapan pagi akan melakukan berdabung. Berdabung adalah merapikan gigi
pihak laki-laki dan perempuan pada bagian atas dan bawah. Kedua, acara
selanjutnya adalah tamat kaji (khatam Al-Quran) pada pernikahan pihak perempuan
yang sudah khatam Al-Quran akan membaca Al-Quran, jika belum khatam maka yang
akan membacakannya adalag dari pihak perempuan tersebut.
Ketiga, barulah prosesi yang
dinanti-nati yaitu pernikahan. Dalam pernikaahan seperti yang lazim dilakukan
adalah mengikuti syriat islam, serta di bagian terakhir akan ada pembacaan
talak talik dari pihak laki-laki. Selesai membaca talak-talik, dan kemudian
dibacakan nasehat dari pemuka agama untuk kedua mempelai itu artinya mereka sudah
menjadi sepasang suami istri yang sah.
Sudah selesailah untuk prosesi
pernikahan, kemudian selanjutnya adalah acara makan-makan (ngidang), artinya
menikmati makanan yang dihidangkan. Stelah selesai makan-makan pengantin
kemudian pulang kerumah. Untuk pengantin perempuan kembali ke dalam rumah,
sedangkan untuk pengantin laki-laki pulang ke rumah atau balik ke rumah
tetangga dari pihak perempuan untuk mengganti pakaian adat bengkulu.
Pengantin laki-laki pun sudah selasai
mengganti pakaian adat bengkulunya, kemudian kembali lagi ke rumah penganti
perempuan. Mereka harus masuk lewat pintu pagar rumah perempuan, ketika berda
di pintu pagar kemudian akan dihadang oleh anak-anak dari kerabat pengantin perempuan,
lalu pengantin laki-laki membagikan amplop yang berisi uang kepada anak-anak
tadi untuk dibagi-bagi. Setelah itu pengantin laki-laki dipersilahkan masuk,
setelah berada di depan tangga rumah pengantin laki-laki disambut oleh orang
tua dari pengantin perempuan, disini dilakukan basuh kaki dengan air gletah(air
dalam botol). Sesudah itu, barulah diasap dengan kemenyan sebanyak tuju
keliling pas pada bagian bahu pengantin. Selesai di asap kemenyan ada prosesi
lagi yaitu lembar beras kunyit oleh orang-orang menyaksikannya, siapun boleh
melempar. Ketika orang tua perempaun melempar beras kunyit dengan mengucapkan “anaku satu jadi duo”. Pada saat lempar
beras ini berpantun bersahutan.
Selanjutnya pengantin laki-laki ini
kemudian memasuki pintu rumah, disana akan dihadang lagi oleh tukang gulai
dengan melakukan pantun bersahutan. Berpantun selesai, pengantin pun masuk ke dalam rumah dan duduk sambil menunggu penganti
perempuan keluar dari kamar pengantin. Setelah pengantin perempuan keluar
kemudian disandingkan, namun pada wajah pengantin perempuan belum bisa dilihat
oleh pengantin laki-laki karena ditutup dengan kipas. Setelah bersanding
sebentar di dalam rumah tadi kemudian dilanjutkan keluar menuju pelaminan yang
ada di luar rumah, pada saat itu berpantun bersahutan kembali. Kemudian
pengantin tadi duduk bersanding di pemaninan di adakan pantun bersahutan
kembali. Sesudah berpantun bersahutan, kipas yang menutupi wajah pengantin
perempuan tadi dibuka.
Pengantin sudah duduk bersanding,
selanjutnya adalah makan sesuapan (pengantin makan bersama yang saling
bersupan) begitu juga dengan minum bersama. Pengantin yang sudah menikmati
makan bersamanya di lanjutkan lagi dengan masuk ke dalam kamar, ini akan
dlakukakan penggantian pakaian. Stelah sudah siap untuk dimandikan pengantian
keluara secara beriringan yang didahului oleh pengantin perempuan dan dilanjutkan denga pengantin laki-laki.
untuk keluar mandi kedua pengantin harus mengikuti tradisi yang ada di suku
lembak, berikut adalah prosesi ketika keluar dari kamar menuju tempat
pemandian. Kemudian jalan yang mereka lalui adalah dua buah namapan yang cukup
lebar yang berisikan padai dan beras. Yang keluar pertama adalah pengantin
perempuan yang berpijak pada nampan padi, dan di lanjutkan dengan pengantin
laki-laki, kemudian nampan yang berada di belakang tadi pindahkan ke depan
untuk bisa berjalan secara bersamaan dalam satu tempat, langkah selajutnya sama
yaitu dengan memindahkan nampan yang sudah dilewati oleh pengantin tadi.
Bahan-bahan yang akan dimandikan diantaranya yaitu, manyang pinang (bunga
pinang yang masih terbalut yang berisi butiran seperti beras), benang, sebatang
lilin yang diikatkan pada cermin, dan daun puding, serta empat buah kelapa
mudah yang berwarna hijau. Selanjutnya bahan mandian tadi seperti daun puding
dicampur dengan manyang pinang, disaat penagantian dimandikan masing-masing
menggunakan pakaian kain yang seragam dan juga menggunakan selendang yang sama,
jka warnahnya putih maka warnanya harus sama.
Lalu sampailah pada tahap selanjutnya
kedua penganti dimandikan. Tahapan yang dilalui dalam mandi ini yang pertama,
kedua pengantin masuk kedalam benang yang diikatkan kedua ujungnya, mereka
masuk dan melangkah serentak dengan dimulai dengan kaki kanan. Kemudian mereka
tadi keluar dari lingkaran benang tadi dengan cara melangkah ke belakang,
mereka melankahkan kaki mereka sebanyak tujuh kali. Sesudah melankah pengantin
disiram dengan dengan air kelapa muda warna hijjau yang disiramkan oleh tukang
rias pengantin. Adapun bagian-bagian yang dimandikan adalah di bagian bahu dan
badan, kalau laki-laki disiram sebanyak dua kali, sedangkan pengantin perempuan
disiram sebanyak tiga kali. Setelah disiram kedua pengantin tadi berdiri, nah daun
puding tadi disatukan dengan manyang pinang yang selanjutnya akan diusap pada
bagian jari dan tumit masing-masing sebanyak tujuh kali. Lalu pengantin tadi
dikelilingkan dengan lilin yang diikatkan pada cermin tadi sebanyak tujuh kali
pula. Dengan demikian prosesi mandipun sudah selesai. Selanjutnya pengantin
tadi masuk ke dalam kamar kembali, mereka menuju kamar dengan berjalan di atas
nampan padi dan beras lagi. Mereka berjalan beiringan dan langkah yang seirama
menuju tempat kamar adat untuk mengganti pakaian. Sesudah berada di dalam kamar
pengantin akan mengganti pakaianya yang ditemani oleh tukang rias pengantin,
dan kemudian mereka duduk bersanding di atas kasur tempat tidur.
Setelah waktu malam telah tiba akan
ada lagi prosesi yang harus dilewati oleh kedua pengantin tadi, mereka masih
menggunakan pakaian adat asli bengkulu. Pengantin kemudian keluar untuk menuju
pelaminan yang ada di luar rumah atau teras rumah, dengan berjalan secara
bersama dan saling bergandengan tangan. Ketika sudah berada di depan pelaminan
mereka akan berhenti sejenak untuk duduk di dekat lenguai. Lenguai adalah sebuh
tempat yang berebentuk guci yang terbuat dari kuningan, dimana isi lenguai
terdiri dari kapur, sirih, tembakau, dan pinang, serta gambir dengan beralaskan
sapu tangan atau kain. Lenguai ini ukurannya kurang tidak terlalu besar, dan
terbuat dari kuningan. Lalu, kedua pengantin yang duduk di depan lenguai ini
untuk menunggu napa-npa (orang-orang yang menabuh rebana yang datang dari hulu maupun
yang dari hilir, dan kemudian akan mendekati kedua pengantin tadi. Napa-napa
ini sendiri adalah sebuah kegiatan menabuh rebana yang diiringi dengan
berzikir. Seusai acara napa-napa, penganti akan bersalam-salaman orang-orang
yang menabuh rebana tadi. Selesai salaman pengantin duduk ke dalam pelaminan,
sedangkan para napa-napa tadi memasuki penghujung. Penghujung adalah sebuah
tempat yang berada di bagian depan rumah untuk menampug orang-orang yang
datang. Pengantin dan para napa tadi akan di suguhi dengan makanan dan minuman.
Makan sudah, minum sudah, lalu akan
ada lagi sebuah acara lanjutan yaitu, berzikir secara bersama-sama kembali.
Setelah berzikir akan dilanjutkan lagi dengan menyantap hidangan kue. Setelah
itu dilanjutkan lagi dengan berzikir, dan seusai berzikir para napa akan memakan
tebu, pisang dan makan kerupuk yang berwarna merah. Acra berzikir pun dilanjutkan
lagi, dan acra ini akan selesai pada waktu adzan sholat subuh. Selesai
berzikir, selanjutnya adalah bertalibu lagi (pantun bersahutan) sebagai
penghantar ketika para penzikir yang hendak pulang ke rumah masing-masing.
Acara selanjutnya adalah acara
puncak, dimana pada hari minggu biasanya sebagai hari perjamuan. Acara
perjamuan ini baisanya akan di mulai pada pukul 08.00 WIB pagi hari. Di hari perjamuan
ini semua sanak saudara, famili, dan para tamu undangan akan datang untuk
menghadiri resepsi pernikahan pengantin tadi. Mereka yang datang akan
memberikan sumbangan secara suka rela guna untuk membantu biaya pengeluaran
keluarga yang menikahkan anaknya.
Nah, di sore harinya nanti keluarga perempuan
akan memasak nasi kunyit dan memasak gulai. Pengantin perempuan dan laki-laki
tadi bersanding kembli di halaman rumah, Selanjutnya akan dilanjutkan lagi
dengan acara makan-makan. Di saat sambil menikmati makanan yang dihidangkan,
mereka maksudnya yaitu tetangga dan masyarakat sekitar yang hadir di acara ini
akan menyaksikan beberapa pertunjukan tari-tarian, diantaranya yaitu: tari
mendai, tari sapu tangan, tari piring, dan tari kain, serta tari mabuk. Acra
menari ini biasanya akan selesai sampai pada waktu sholat subuh.
Setelah acara menari selesai,
kemudian penari akan berpantun bersahut-sahutan yang sambil meninggalkan kedua
pengantin tadi. Bagi penari yang hendak pulang akan diberikan bungkusan nasi
kunyit yang diibat dengan daun pisang.
Setelah panjang lebar kita
membicarakan mengenai adat pernikahan suku lembak ulu, kini sudah tuntas. Dari beberapa penjelasan
yang panjang dan lebar di atas diharapkan mampu menambah pemahaman kita
terhadap bagaimana pernikahan adat suku lembak ulu yang terjadi pada masyrakat
suku lembak asli. Dengan keaslian ini semoga tradisi yang ada di bengkulu
khususnya akan terus terjaga dengan baik.
Berikut adalah beberapa pantun yang
dibacakan pada saat pernikahan adat suku lembak ulu, diantaranya pantun betali
kasih. Ini dibacakan pada waktu selesai menikah khusus untuk teman dekatnya
yang mengetahui rahasia antra satu dengan yang lainnya. Pada saat itu pengantin
tadi memberikan barang berupa pakaian secara suka rela, nah biasanya pada saat
itu mereka saling menangisi karena telah berpisah sebagai teman.
“anak sepat di dalam bubu
Anak guan putih dade
Karene cepat nikah dulu
Sape kendian ngikut pule”
Kemudian pantun bertunangan tetapi
tidak jodoh, dan isisnya sebagai berikut:
“sungguh benar pelita yang besi
Tergantung di pintu raya
Sungguh benar kita berjanji
Jodoh belum apelah daya”
Selanjutnya pantun ucapan bagi orang
yang ditinggal kekasih menikah dengan orang lain,
“ciur burung cak ciur
Hinggap di pelepah lalng mati
Mughai sebatang di tangge cak cegur
Lupe tidak berani datang lagi”
Selain itu ada juga pantun seorang
yang sakit hati di tinggal menikah denganorang lain,
“cekur di dalam padi
Perie di dalam periasan
Biarlah kite sakit hati
Di muke jangan di tampake”